Milie
menangis dipangkuanku ketika aku menyempatkan diri datang kerumahnya sore itu
atas undangannya. Aku terkejut dengan apa yang baru saja Milie ceritakan
padaku. Aku sama sekali tak pernah menduga akan semua itu. Milie memegang erat
tanganku.
Aku jadi bingung dengan sikap Milie.
“aku
telah salah menilaimu, aku minta maaf…aku benar-benar minta maaf .” Milie berkata disela-sela isaknya.
“kenapa
kamu ceritakan semua ini sama aku Mil..?
aku bertanya seraya membangunkan Milie dari pangkuanku.
“Aku
gak kuat menahan rasa yang bertentangan denganku, aku gak mau kamu
tersakiti..kamu orang baik yang pernah aku kenal.” Milie berkata sambil menghapus air matanya.
“tapi
kenapa? Bukannya kamu juga menjauhiku hari-hari kemarin?” tanyaku.
“ itu
lah kenapa aku minta maaf, aku menyesal dan aku baru sadar dengan siapa aku
berteman kamu boleh marah, aku hanya
ingin kamu memaafkanku.“ Milie duduk disebelahku.
“Milie..coba
lihat aku, apa aku kelihatan marah sama kamu? sama mereka yang dengan sengaja
ingin berbuat jahat padaku? seperti ceritamu itu?.
Milie
menggelengkan kepalanya, mencoba menatapku dengan sisa isaknya
“aku
hanya tak mengerti alasan mereka berfikiran seperti itu Milie, aku hanya tak
mengira sejahat itu niat mereka terhadapku, apa sih salah yang telah aku perbuat
sama mereka?” tanyaku pada Milie.
Milie
menggelengkan lagi kepalanya.
Aku
teringat kembali ketika hari-hari
kemarin beberapa teman sekelas menjauhiku, ada yang terang-terangan, ada juga
yang hanya menatapku bingung, ingin bertanya tapi tak berani.
Aku mencoba
bersikap biasa tak ku hiraukan dan fikirkan mereka yang mulai menyindirku
dengan kata-kata kiasan.
Aku hanya diam dan tersenyum mendengarnya. Aku hanya
tahu aku tak melakukan hal yang salah menurutku.
Milie
memintaku agar aku tak masuk sekolah besok. Alasannya hanya karena dia takut
terjadi sesuatu sama aku. Jelas saja aku menolak, apa alasanku?.
“kenapa
sih kamu diam saja! kenapa gak kamu balas saja perlakuan mereka sama kamu?”
tanya Milie.
“gak
apa-apa Milie, kamu tak usah takut, aku yakin kok Allah akan melindungiku”.
Jawabku menenangkannya.
“tapi
mereka mau menyakitimu?” Milie berusaha
mencegahku.
“Milie,
jika aku membalas perlakuan mereka sama saja aku membenarkan apa yang ada dalam fikiran mereka. Semoga
saja suatu saat nanti mereka akan menyadari kesalahan yang telah mereka lakukan
kepadaku. Aku tahu posisiku Milie. Kita berdua tahu bahwa kita bukan
orang-orang seperti mereka.”
Milie
menyerah dengan keputusan ku.
“ baiklah, tapi
tolong kita rahasiakan ini yah. Aku gak sekuat kamu.?” pinta Milie.
Aku
mengangguk. Memahami posisi Milie saat itu.
Tiba
di sekolah hari itu membuatku semakin kuat, bukan saja karena aku sudah tahu
rencana jahat mereka, tapi karena aku yakin itu tak akan terjadi kepadaku. Aku
punya DIA yang menjagaku.
Membereskan
tas dan buku-buku ku dalam loker dan mengambilnya beberapa untuk pelajaran
pertama. Dengan tenang ku lewati kumpulan teman yang dulu bersamaku. Sikap
mereka terlihat lain dan senyum mereka tersembunyi.
Tak ada masalah bagiku kehilangan beberapa teman.
Sementara masih banyak teman yang mau bersamaku. Jadi ku lewati saja keadaan ini.
Milie
melirikku sebelum duduk dikursinya. Ada rasa sedih tersirat diwajahnya, tapi
aku tahu dia berusaha menutupi semua itu.
Aku
bersahabat dengan Milie sejak pertama masuk disemester 3. Seorang Milie yang
sederhana. Aku senang berteman dengannya. Keluarganya menyambut hangat diriku
yang saat itu sedang membutuhkan sebentuk rasa kenyamanan dalam keluarga.
Mungkin karena begitu dekat jadi aku tak marah saat dia menjauhiku. Aku tahu Milie
yang sebenarnya.
Semua
berjalan sesuai rencanaku dengan Milie, aku berpura-pura tak tahu apa-apa saat
salah satu temanku mengajak kekantin pulang sekolah .
“ada
apa..?” tanya ku saat tiba dikantin.
Bicaraku
agak dingin dengan orang-orang ini, aku tahu mereka pura-pura baik kepadaku
jadi ku ikuti saja rencana mereka. Sejujurnya saat Milie menceritakan semua
rencana itu kepadaku hatiku merasa sakit, bagaimana tidak?! Teman yang selama
ini bersamaku,bercanda, tertawa, tenyata mempunyai niat jahat terhadapku. Aku
tak habis fikir karenanya.
Aku
dikenalkan dengan seorang cowok yang kira-kira usianya tak jauh beda daripada
ku santai saja ku ikuti semua rencana itu. Tak lama satu-satu mereka meninggalkanku,
alasannya mau beli sesuatu diperempatan dekat sekolah. Aku hanya mengangguk, ku
lihat Milie enggan beranjak dari duduknya tapi kemudian tangannya diraih untuk
ikut meninggalkanku. Aku memberinya senyuman..”jangan takut Millie aku baik-baik saja” batinku.
Ku pandangi
mereka hingga hilang dibalik tembok sekolah.
Dikantin
itu masih banyak anak-anak yang sedang
bercengkrama menunggu bel masuk berbunyi. Aku
duduk berhadapan bersama dia cowok yang baru saja aku kenal dan sesekali
menjawab pertanyaannya dengan santai.
Roy
nama cowok itu, seakan lupa dengan tugas yang diberikannya dia asyik menceritakan pengalamannya saat
dikejar polisi karena tak sadar menerobos lampu merah. Untung saja dia berhasil
lolos. Memperhatikan gaya bicara dan sikapnya aku yakin dia bukan orang yang
seperti aku kira. Jadi ku biarkan saja diriku larut dalam ceritanya.
Sudah semakin siang, kumpulan anak-anak yang
tadi bercengkarama satu-satu telah beranjak dan aku rasanya harus mengakhiri
semua ini, aku tak ingin orang rumah khawatir dengan keterlambatanku.
“Roy..
maaf aku harus pulang.” kataku
mengakhiri obrolan siang itu.
“oh..iya
aku kok jadi lupa, keasyikan cerita
sih..?!” sadarnya.
Aku
berdiri mau meninggalkan kantin saat Roy menahanku.
“eh..sebentar,
aku mau bicara denganmu” katanya serius.
“ada
apa?” kataku berusaha menenangkan diriku, dalam hati aku berdoa semoga saja dia
tak ingin meneruskan semua rencana jahat
yang dibuat teman-temanku.
“mm..
aku mau minta maaf..” katanya lagi pelan.
Aku
duduk kembali dimeja berhadapan dengannya.
“ada
apa Roy kenapa kamu harus minta maaf ?.” tanyaku berpura-pura. Hanya ingin tahu
saja.
“sebenarnya
aku kesini …....” Roy memulai pembicaraan serius.
“iya
aku tahu.. Dan aku juga tahu apa yang mungkin saja kalian lakukan kepadaku. Kalian
belum melakukan kesalahan, kenapa harus minta maaf ?.” potongku saat Roy mau
melanjutkan kata-katanya.
Roy dan
temannya terlihat agak terkejut mendengar perkataanku. Mereka berpandangan lalu
menatapku seakan tak percaya.
“iya. Aku
tau maksud kalian yang sebenarnya!” jawabku ketika melihat mereka memandangiku
heran. Lalu lanjutku.
“apa
kalian akan melakukan rencana jahat itu padaku..?” tanyaku pada Roy dan temannya. Mereka
terdiam.
“aku
tahu sebenarnya kalian tidak seperti itu, apa sih yang akan kalian dapatkan
setelah rencana itu terlaksana? Kepuasan? kegembiraan? Sementara aku? Apa
kalian tak memikirkan perasaanku? Kehidupanku..nanti? apa mungkin kalian tidak takut dengan
balasannya?” panjang ku tanyakan semua
itu. Ku ceritakan saja semua apa yang sebenarnya terjadi.
“
Tadinya aku setuju dengan usulan mereka karena dari perkataan mereka tentangmu
sepertinya kamu orang yang terlalu sombong dengan gayamu, lagi pula aku juga
tak menyukai orang seperti itu! Tapi setelah berbicara denganmu, sepertinya aku
menjadi orang yang paling jahat jika ku lakukan rencana mereka untuk merusakmu,
aku tak percaya dengan omongan mereka, tak mungkin orang sepertimu bersikap
seperti itu. Aku tak melihat keangkuhanmu
atau apalah namanya. Aku jadi tak habis
fikir, mereka mau menyakiti mu hanya karena
kamu tak mau menerima sahabat mereka jadi pacar kamu? Dan mereka juga
tak suka jika kamu menyukai seseorang yang menurut mereka tak pantas
untukmu? Hhhh… “ Roy menarik nafas
panjang.
“Begitulah
Roy, bisa kamu bayangkan sakitnya hati aku saat tahu mereka merencanakan ini
semua. Setiap orang punya rasa yang berbeda Roy. Mereka memandang rendah aku, menurut mereka
aku tak berhak menyukai orang seperti orang yang aku suka ini Roy, mereka fikir
aku seperti pungguk merindukan bulan
dan saat itu aku memang dekat juga
dengan sahabat mereka tapi kita tak lebih dari teman dan aku tak bisa
menjadikannya lebih dari itu dan dia (cowok ini) mengerti hal itu, dia juga
tahu siapa orang yang aku suka. Aku tak
ingin membalas sakit hatiku pada mereka Roy , biarlah nanti waktu yang akan
bicara “. Ku katakan saja perasaanku saat itu.
Roy
diam mendengarkan ceritaku, seperinya dia mulai memahami apa yang terjadi.
“ Tapi
kenapa mereka sejahat itu ya sama kamu?” tanya Roy.
“entahlah..hanya
mereka dan fikiran mereka yang tahu!” jawabku.
“sudahlah
Roy..aku mau pulang, terimakasih sudah mau mendengarkanku ”. Kataku lagi sambil
berdiri dan mulai melangkah meninggalkan kantin.
Roy
menjajari langkahku, menawariku untuk pulang bersamanya, aku menolaknya halus aku
tak ingin niat baiknya tadi berubah. tapi
dia memberi ide baru kepadaku. Dia memintaku naik mobil bersamanya dan sengaja
melewati perempatan agar mereka melihat aku pergi bersamanya, dengan begitu
mereka akan mengira rencana mereka berhasil.
“maaf
Roy..aku tak bisa..” tolakku halus.
“
baiklah.. maafkan aku karena berprasangka buruk tentang dirimu”. Pelan Roy
berkata.
“
sama-sama Roy, aku juga minta maaf karena tadi sempat menilai buruk dirimu.”
kataku dan berlalu meninggalkan Roy dan temannya di parkiran.
Terbayang wajah-wajah sinis mereka yang
tertawa mengira rencana mereka berhasil. Dalam bus aku sempat berdoa,
mengucapkan terikasih karena Allah telah melindungiku dari niat jahat
teman-temanku.
Pagi
itu aku seperti biasanya berangkat lebih pagi, aku tak ingin terlambat karena
ini hari tugasku memimpin upacara bendera.
Ruang kelas terlihat sepi ada beberapa tas yang tergeletak dimeja.
Semenit kemudian Milie masuk dan langsung menghampiriku, dari wajahnya aku tahu
dia begitu khawatir. Aku tersenyum kearahnya, membuat dia sedikit mengernyitkan
dahinya.
“aku
minta maaf…” ku tahan suara Milie untuk tidak meneruskan kata-katanya.
“aku
baik-baik saja…” kataku sambil tersenyum.
“tapi…kemaren..?” tanya Milie bingung.
“oo..
itu, mereka orang baik-baik kok malah jadi temenan sekarang, semua baik-baik saja
Milie, tak terjadi sesuatu sama aku “. Jelasku.
“Hh…syukurlah,
aku sudah gak enak meninggalkanmu, tapi aku gak ingin melihat mereka curiga “.
Milie menarik nafasnya.
Milie
dan aku masih duduk bersebelahan saat mereka datang, aku agak terkejut
ketika Milie tak beranjak dari tempat
duduk ku. Milie seakan tak perduli dengan kedatangan mereka dan itu membuat
mereka terkejut.
“kenapa.?”
Kataku pelan.
“aku
sudah menentukan kepada siapa aku harus berteman, aku gak mau persahabatanku
denganmu hancur hanya gara-gara keegoisan mereka”. Tenang Milie menjawab heran ku.
Bel
berbunyi semua berbaris rapi dihalaman, memandang kedepan mengikuti setiap
susunan upacara hingga selesai. hari itu berlalu dengan sewajarnya.
Tak ada
kata yang terucap hingga aku meninggalkan sekolah bertingkat berwarna hijau
itu, semua berlalu dalam kata yang tersembunyi.
“aku telah memaafkan kesalahanmu juga dengan rencana jahatmu terhadapku.. aku tahu mana yang terbaik untukku, karena bukan kamu-kamu yang menentukan jalanku, tapi diriku sendirilah yang bisa memilih mana yang benar dan mana yang salah, suatu saat kamu-kamu akan tahu bahwa apa yang kamu lakukan kepadaku itu salah…..”
Sepertinya
aku mendapatkan satu pelajaran penting tentang arti sahabat.
Hanya sahabat
sejati yang bisa mengerti apa yang diperlukan, diam saat dimana dia harus diam,
dan menentukan sikap mana yang bisa membuat kebaikan bukan keburukan. Ada dalam
suka , ada dalam duka, tak mengusik jika tak terusik. Mau mendengarkan, juga
mau memberi / menerima kritikan.
Milie
sahabatku menjadi wanita yang selalu menebarkan kelembutan, dia telah belajar
banyak tentang itu.
Aku..
aku masih setia dengan buku juga tulisanku, membawaku dalam setiap pengembaraan
kata-kata. Dan,
Mereka
.. mereka masih sama seperti yang dulu, walau penampilan berubah tapi hati dan
sifat mereka masih terlihat sama dimata ku.
Seorang
sahabat lagi .. telah menjadi seorang pengusaha, baik, santun dan tetap setia
menemani ku saat aku membutuhkan dirinya.
Tak bisa ku pungkiri mereka semua
telah menjadi bagian dari kisah perjalanan panjang hidupku. Tertulis dalam memori yang mungkin akan terkubur seiring berjalannya waktu.