"Roby...” panggilku lirih.
Dia
terbangun, dan tersenyum lalu menghampiriku.
“ Kamu
udah sadar Sha?” tanyanya sambil memegang tanganku.
“Hmmm…. iya ,
kita dimana ?” tanyaku pelan.
“ Kita
di rumah sakit Sha, kamu gak inget ya? 3 hari lalu kamu kan kecelakaan.” Roby
menjelaskan.
......Aaah…
kepalaku tiba-tiba pening karena berusaha untuk mengingat kejadian 3 hari yang
lalu.
“ kamu
kenapa..?” Roby masih memegang tanganku.
“ Aku
nggak apa-apa, cuma sedikit agak pening”. Kataku dan aku mulai teringat,
tiga hari lalu, dimana rem mobil ku blong dan aku ingat, aku menabrak pohon yang ada di pinggir jalan. Setelah itu aku tak tahu
lagi. Sampai akhirnya ku dapati diriku disini terbaring dan Roby diatas sofa.
“ By,
aku mau ke kamar mandi,” kataku sambil mencoba mengangkat kaki ku, tapi yang kurasa malah sakit.
“ Aawww..aduuh” teriakku.
“ Kamu
kenapa Sha?” tanya Roby.
“ Gak
tau nih By, kaki ku sakit banget kalo di gerakin” jawabku meringis menahan sakit.
“ Ya
udah, bentar ya Sha, aku panggilin dokter dulu”
Roby
kembali bersama seorang dokter. Dokter muda itu langsung memeriksa ku, mengangguk pelan setelah itu keluar dan diikuti oleh Roby. Aku tak tau apa yang mereka
bicarakan diluar sana. Kemudian
Roby
kembali dengan wajah tersenyum namun seperti sedikit sedih. Aku jadi penasaran, apa
yang terjadi dengan diriku saat ini.
“Aku kenapa By?” tanyaku.
“Hmm.. gak apa-apa kok Sha, kamu baik-baik aja, tapi...” omongan Roby terputus.
“ Tapi
apa By?” tanyaku penasaran.
“ Kata dokter, tulang kaki kanan kamu ada yang retak, tapi tenang aja kok Sha, itu cuma sementara, yang
penting kamu jangan putus asa.” Roby menjelaskan.
Aku tak
menjawab apa-apa. Rasanya ingin menangis saja.
“Aku akan selalu ada buat kamu Sha.” Roby berkata seakan tahu apa
yang aku pikirkan.
“Terima kasih
ya By” jawabku berusaha tersenyum sambil menahan tangis.
“ Nah
gitu dong, senyum kan jadi tambah manis.” Kata Roby sambil mengacak-ngacak poni
ku.
“ Ih
apaan si By...” aku tersenyum manja.
Bersama
roby membuat hari-hari ku tak terasa sepi, seperti sore ini Roby
selalu mengajakku berkeliling di taman rumah sakit menggunakan kursi roda. Aku
senang Roby selalu ada di sampingku.
“ By, rasanya aku pengen deh belajar jalan, gak usah pake kursi
roda ini lagi.” Kataku sore itu.
“Hmm…memang kamu sudah merasa kuat untuk melakukannya?
Tanya Roby.
“ Aku
harus mencobanya By dan aku harus kuat, lagipula ada kamu yang membantuku.”
Kataku tersenyum manis kearahnya.
“ Ya udah, besok aku ajarin kamu, oke?” Kata
Roby, sambil terus mendorong kursi rodaku.
Tepat
di tengah-tengah taman kami berhenti sejenak, kami menikmati pemandangan dan lalu
lalang orang-orang di sekitar taman.
“ By,
makasih ya, kamu selalu ada buat aku” kataku manis.
"
Iya Sha, itu karena aku sayang banget sama kamu, aku gak akan biarin kamu
sendiri Sha, aku gak mau kehilangan kamu” jawabnya.
“ Aku juga
gak mau kehilangan kamu By” kataku lagi.
Lama
tak ada percakapan lagi. Aku memandangi orang-orang itu.
“ By…?
panggilku, tapi Roby
tak menjawab, dia diam saja.
Ku palingkan wajahku ke belakang, dan ku
lihat Roby terduduk
di tanah memegang kepalanya, seperti merasakan sakit yang amat
sangat, wajahnya
pucat sekali, berkali-kali aku bertanya, dia hanya menjawab tidak apa-apa. Aku begitu khawatir
melihatnya.
“By…
kamu kenapa?” tanyaku lagi.
“ Aku nggak apa-apa Sha, mungkin karena belum makan aja kali. lebih baik kita kembali saja ke ruangan kamu ya..”
jelas Roby.
Aku mengangguk pelan.
“
Iya..By kita balik aja ke ruanganku, tapi nanti kamu
makan ya? Aku nggak mau kamu sakit.” khawatir ku.
“ Iya
putri poni cerewet, udah tenang aja, aku baik-baik aja kok” jawab Roby sambil
menarik hidungku.
“Huuhhhh!!” jawabku sedikit kesal.
Roby pun mendorong kursi rodaku. Aku merasakan Roby mendorongku lebih lambat dari
biasanya, tapi aku diam saja, aku mengerti mungkin dia lelah selalu menemaniku.
Sesampainya
di ruangan ternyata dokter sudah menunggu.
“ Heey Nona…dari mana kamu? Kamu nggak sadar kalau kamu masih
sakit” kata dokter yang merawatku sambil pasang muka pura-pura kesal. Berada disana beberapa minggu membuatku jadi akrab dengannya.
“ Hehehe... biasa dok, Mosha abis keliling-keliling
sore bareng Roby” jawabku nyengir sambil melirik Roby yang ada disebelahku.
Roby dengan
hati-hati
mengangkatku dari kursi roda, lalu membaringkan ku diatas tempat tidur, setelah itu dia berpamitan kepadaku untuk
membeli makanan sebentar.
Dokter
memeriksa ku, dan dia
tersenyum.
“ Hmm.. kayaknya Nona manis yang ngeselin ini sebentar
lagi keluar dari rumah sakit ini” ledek dokter.
“ Mosha
udah sembuh ya Dok ?” tanyaku.
“ Sembuh total sih belum, tapi 2 hari lagi kamu
boleh di rawat di rumah, keadaan kamu sudah mulai membaik” jelas dokter.
“ Beneran dok?? Kataku tak percaya. Dokter itu tersenyum.
“
yeess…! Akhirnya,
aku bisa pulang juga” seru ku
gembira.
“ Hm…
baiklah nona Mosha , Dokter yang ganteng ini mau ke ruangan yang lain dulu. Jangan lupa di minum ya obatnya.” Dokter itu menaikkan alisnya dan
tersenyum manis kearahku.
“ Pasti dok, terima kasih
ya” jawabku.
Dokter itu beranjak keluar ruangan dan berpapasan dengan Roby
yang kembali
dengan membawa bungkusan, Roby membalas senyumannya sambil mengangguk.
Hmm… dari aromanya aku sudah tahu. Itu pasti nasi padang, makanan kesukaan ku dan Roby.
“ Sini..sini By, nasi
padang ya?” kataku semangat.
“ Ih..
kok tau sih Sha”
“Ya.. tahu lah, dari aromanya saja sudah bikin aku lapar, itukan makanan kesukaan ku” jelasku.
“ Ooo…jadi ceritanya mau nih”
“hehehe.. iya” jawabku sambil menganggukan kepala.
“ Nggak boleh dong Sha, kamu kan lagi sakit” kata
Roby.
“ yaaa…dikit aja By…yayaya...
” pintaku.
“gak
boleh” jawabnya sambil menjulurkan lidah.
“By…sedikiii.iit
aja “ rengek ku.
Roby
memberikan satu suapan kearah ku. Dan langsung menghabiskannya sambil sesekali menggodaku. Aku cemberut
melihatnya, kemudian dia mengambil
tas dan mengeluarkan beberapa obat dari dalamnya. Aku penasaran.
“obat
apa itu By?” tanyaku.
“oh
i.. i.. ini vitamin Sha” jawabnya terbata-bata.
“vitamin?
Vitamin apa sebanyak itu” tanyaku dalam hati.
Roby
tidak menjawab dia langsung membereskan tasnya dan menaruhnya kembali keatas
sofa.
“ By…
aku ngantuk, aku mau tidur.” Kataku sambil mengucek mataku dan sedikit menguap.
“Ya sudah tidur lah, mimpi indah ya” kata Roby sambil menarik
selimutku.
-----------------------------o o o
--------------------
Pagi itu saat
aku terbangun, Roby langsung mengajakku ke taman untuk menikmati suasana pagi,
dan ku lihat Roby membawa gitar. Kami
langsung duduk di tempat biasa, ia memainkan gitarnya sambil bernyanyi di
depanku.
“dia, memang hanya dia,Ku slalu
memikirkannya,Tak pernah ada habisnya, benar dia, benar hanya dia, benar hanya
dia, ku slalu menginginkannya, belaian dari tangannya, mungkin hanya dia,
indahnya sangat berbeda ku haus merindukan nya... ku ingin kau tau isi hatiku,
kau lah yang terakhir dalam hidupku, tak ada yang lain hanya kamu, tak pernah
ada... takkan pernah ada..”
Hmm...
Aku menikmatinya, suara Roby memang bagus.
“Wow… By, lagunya bagus banget” pujiku sambil
mengangkat ibu jariku.
“ Iya
dong Sha, lagu ini khusus ku nyanyikan buat kamu, putri poniku.” Jawabnya.
“ Terima makasih ya By”
“ Iya,
sama-sama Sha” jawab nya singkat dan tersenyum kearahku.
“oh iya
By, katanya kamu mau ngajarin aku jalan?”
“o..iya..ayo Sha” jawabnya.
Robi
meraih tanganku, menopang badanku dan membantuku untuk bangkit perlahan.
Berkali-kali aku mencoba berjalan, baru satu dua langkah aku sudah terjatuh,
untung Roby selalu menangkap ku dan terus menyemangati ku. Walaupun kakiku masih sakit untuk berjalan,tapi
aku tidak mau membuat Roby khawatir.
“kamu
yakin Sha, mau terus belajar jalan? Keadaan kamu kan belum pulih benar?” tanya Roby.
“ Aku yakin..”
jawabku
menyemangati diriku sendiri juga Roby.
Untuk ke sekian kalinya aku terjatuh, lagi-lagi aku di tangkap oleh Roby, kali
ini aku perhatikan wajahnya, pucat sekali. Aku pun langsung mengajaknya ke
ruangan ku, agar dia istirahat. Dia mendorong kursi rodaku pelan sekali.
Sesekali aku menengok ke arahnya, ku lihat beberapa kali ia memegang kepalanya,
mungkin kepalanya sakit. Lalu tiba-tiba saat di lorong rumah sakit kami
berherti. Aku tanya dia kenapa, tapi dia hanya menjawab
“tenang Sha, aku cuma
sakit kepala biasa kok. Roby mencoba
menenangkan ku tapi tetap saja aku khawatir.
Sampai di ruanganku, Roby
langsung mengangkatku perlahan dan merebahkan ku di tempat tidur, lalu membuka tas dan segera meminum obat-obatan yang dia bilang vitamin. Aku jadi penasaran, aku ingin sekali tahu obat-obatan apa itu. Bagaimana caranya agar
aku bisa melihat obat-obatan apa yang diminumnya setiap hari.
Suatu hari setelah
jalan-jalan soreku bersama Roby, aku berhasil mencari
kesempatan meminta
tolong Roby untuk membelikan ku cemilan di
luar, tanpa curiga Roby meninggalkan ruangan ku. Pelan-pelan
aku berjalan dengan meraba-raba tembok, ku ambil tasnya lalu ku lihat isinya.
Di dalamnya ada banyak obat-obatan, dari yang kapsul, tablet,
sampai yang sirup. Lalu aku melihat ada surat dokter dan juga hasil rongent
nya.
Ku buka dan ku baca. Di kertas itu tertulis bahwa Roby menderita kanker otak
stadium akhir, waktunya untuk hidup tidak akan lama lagi. Seperti ada yang
meremukkan jantungku. Aku lemas, tapi masih bisa ku tahan berdiriku. Satu lagi
ku lihat rongent
nya, belum
sempat ku terjemahkan hasil rongetnya pintu ruangan ku di buka dari luar, aku
terkejut kusembunyikan apa yang ku pegang.
Tubuh Roby terlihat dipintu tapi saat
ingin masuk ke ruangan ku tiba-tiba Roby memegang
kepalanya dan terjatuh,
hasil rongent ditanganku
terlepas, tanpa
sadar aku melangkahkan kaki ku ke arahnya. Aku panik, ku dekap tubuhnya dan memangku kepalanya, dan darah keluar dari hidung mancungnya. Roby
menatapku nanar. Wajahnya pucat pasi.
“Maafkan
aku sha….” Desah Roby lirih.
“ Roby…kamu kenapa?” tanyaku gemetar.
Roby masih menatapku lemah tanpa kata. Ku letakkan tubuh Roby di lantai dan
entah kekuatan darimana akupun
langsung berlari mencari dokter. Dokter langsung
membawanya ke ruangan ICU. Aku hanya bisa terduduk diam di depan pintu ruang ICU. Aku sangat mengkhawatirkan keadaan
nya. Tak
terasa air mata membasahi pipiku, aku menangis ada rasa takut kehilangan dia.
“
Tuhan, Mosha mohon, selamatkan Roby. Dia adalah orang yang berharga dalam hidup
Mosha.” tak henti-hentinya aku berdoa untuk keselamatan
Roby.
Satu jam, dua jam,tiga jam….. ruang ICU itu belum juga terbuka, beberapa
perawat masuk kedalammya. Aku semakin khawatir. Air mataku mengering menunggu
kabar.
“Roby…”
lirih ku sebut namanya.
Seorang dokter lagi masuk keruangan itu, dan tak lama kemudian keluar. Akupun langsung menghampirinya. Aku tanya
keadaan Roby.
Belum
sempat dokter menjawabku, ku lihat orang tua Roby berlari kearah ruang ICU,
bunda Roby terlihat habis menangis. Dia
memandangku dan langsung memelukku.
Ayah Roby yang terlihat tegar menanyakan apa yang terjadi. Tak ku lepas
pandanganku dari mereka. Sesaat kemudian ayah Roby masuk kedalam ruang ICU
dengan tangan dokter memegang pundaknya. Dadaku bergemuruh, ingin segera tahu
apa yang terjadi sesungguhnya, aku tak ingin pemikiran yang ada dibenakku
menjadi nyata.
Tak lama ayah keluar memanggil bunda Roby. Aku menunduk lalu memandang bunda.
Seperti tahu apa yang terjadi bunda berlari kedalam pelukan ayah Roby dan aku
mengikutinya dari belakang.
Aku tak berani mendekatinya, aku hanya memandang tubuh Roby dari balik tubuh
bunda. Roby terbaring lemah dengan oksigen diwajahnya.
Tapi
kemudian bunda berdiri disebelah kiri tempat tidur Roby, ayah disisi
sebelahnya, memandang sesaat kearah dokter seakan menyetujui sesuatu, dokter
mengangguk perlahan, setelah itu salah satu perawat melepas oksigen yang
menutupi wajah Roby.
Nafas Roby terdengar perlahan. Bunda menutup mulutnya menahan tangis agar tak terdengar. Ayah membisikan
sesuatu pada telinga Roby, perlahan tapi begitu menyentuh hati. Ku lihat lagi
wajah bunda yang masih menahan tangis dengan kalimat indah yang terus
dibacanya, kemudian ku lihat wajah ayah yang berusahan tegar dan tak berhenti
membisikan sesuatu ketelinga Roby. Detak jantungku berpacu kencang. Aku berdiri terpaku didekat kaki Roby,
memberanikan diri memegang kakinya yang terselimuti kain.
Nafas Roby kian melambat, bunda menguatkan diri mencium kening Roby kemudian
membisikan sesuatu ditelinga Roby, samar ku dengar begitu menyentuh hati.
“
Pergilah sayang…. Bunda Ikhlas, maafkan Bunda dan Ayah.
”Roby…Maafkan
aku…. “ lirih ku sebut namanya.
Kemudian...............,
Tarikan nafas panjang mengakhiri semua penderitaan Roby. Bunda tak lagi menutup
wajahnya, dibiarkanya air mata mengalir dari wajahnya yang lembut. Ayah mencium
kening Roby kemudian mendekati bunda dan memeluknya erat, dan aku, ku seakan
tak percaya Roby ku telah pergi.
Aku
menangis lagi. Menangis dengan rasa yang
tak bisa kugambarkan. Roby
telah pergi dariku untuk selamanya dan takkan pernah kembali lagi . Aku memeluknya erat. Tangisku membasahi kain putih
penutup tubuhnya. Lirih dalam hati aku berkata:
“ By,
bangun… By, kamu sudah
janji kamu akan selalu ada buat aku, tapi ternyata kamu bohong , kamu
pembohong!! kenapa sih kamu gak pernah bilang sama aku kalo kamu itu punya
penyakit kanker otak? Kenpa By? Kamu
jahat! kamu
tinggalin aku sendiri."
Bunda
melepaskan pelukanku, dia memelukku erat. Ayah menutup kain putih ketubuh Roby,
mencium kembali kening Roby dan menutup sampai keatas wajah Roby. Aku
terduduk dalam diam bersama bunda.
“ Ya Tuhan, Secepat itu engkau panggil dia, aku ingin dia kembali.” Hati ku menjerit.
Hatiku terus berkata:
“ Roby kekasihku.
Kini aku
hanya bisa mengenangmu,
tanpa
bisa lagi melihat senyuman mu,
tanpa
bisa lagi mendengar canda mu,
tanpa
bisa lagi melihat kamu dan gitarmu,
tanpa
bisa lagi menikmati suara indahmu,
Seandainya
kamu tau By, aku akan terus sayang padamu
Aku
akan terus cinta
sama kamu, sampai kapanpun kamu akan tetap di hati aku…By.
--------------------------------- o o o -------------------------
Tanah itu terlihat merah dan basah, tubuh Roby telah terbaring didalamnya,
taburan bunga tak henti menutupi makam nya. Aku tertunduk diam, Bunda tertunduk
diam dalam pelukan ayah. Lama kami terdiam dipusara Roby. Tanpa bisa kutahan
lagi air mata kembali membasahi pipiku. Bunda Roby kembali membelai rambutku.
Aku
menangis teringat lagu itu.
“ Karena
kamu nyawaku, karena kamu nafasku, karena kamu jantungku, karena kamu.. tanpa
kamu ku lemah, tanpa kamu ku resah,
tanpa kamu ku gundah, tanpa kamu.. rapuh hidupku,
Roby tanpa kamu ….terasa, REMUK
JANTUNG KU”
Aku
cinta kamu By………. Aku cinta kamu.
-------------------------- Tamat
-------------------
With
Heart *My lovely Kerang.
@Ria Refti Argevi
@Ria Refti Argevi
------- 0602 2013..............
Tidak ada komentar:
Posting Komentar