Total Tayangan Halaman

Kamis, 24 Mei 2012

Sahabat....


Milie menangis dipangkuanku ketika aku menyempatkan diri datang kerumahnya sore itu atas undangannya. Aku terkejut dengan apa yang baru saja Milie ceritakan padaku. Aku sama sekali tak pernah menduga akan semua itu. Milie memegang erat tanganku.
Aku jadi bingung dengan sikap Milie.

“aku telah salah menilaimu, aku minta maaf…aku benar-benar minta maaf .”  Milie berkata disela-sela isaknya.

“kenapa kamu ceritakan semua ini sama aku Mil..?  aku bertanya seraya membangunkan Milie dari pangkuanku.

“Aku gak kuat menahan rasa yang bertentangan denganku, aku gak mau kamu tersakiti..kamu orang baik yang pernah aku kenal.”  Milie berkata sambil menghapus air matanya.

“tapi kenapa? Bukannya kamu juga menjauhiku hari-hari kemarin?” tanyaku.

“ itu lah kenapa aku minta maaf, aku menyesal dan aku baru sadar dengan siapa aku berteman  kamu boleh marah, aku hanya ingin kamu memaafkanku.“ Milie duduk disebelahku.

“Milie..coba lihat aku, apa aku kelihatan marah sama kamu? sama mereka yang dengan sengaja ingin berbuat jahat padaku? seperti ceritamu itu?.

Milie menggelengkan kepalanya, mencoba menatapku dengan sisa isaknya

“aku hanya tak mengerti alasan mereka berfikiran seperti itu Milie, aku hanya tak mengira sejahat itu niat mereka terhadapku, apa sih salah yang telah aku perbuat sama mereka?”  tanyaku pada Milie.

Milie menggelengkan lagi kepalanya.

Aku teringat kembali  ketika hari-hari kemarin beberapa teman sekelas  menjauhiku, ada yang terang-terangan, ada juga yang hanya menatapku bingung, ingin bertanya tapi tak berani. 
Aku mencoba bersikap biasa tak ku hiraukan dan fikirkan mereka yang mulai menyindirku dengan kata-kata kiasan. 
Aku hanya diam dan tersenyum mendengarnya. Aku hanya tahu aku tak melakukan hal yang salah menurutku.

Milie memintaku agar aku tak masuk sekolah besok. Alasannya hanya karena dia takut terjadi sesuatu sama aku. Jelas saja aku menolak, apa alasanku?.

“kenapa sih kamu diam saja! kenapa gak kamu balas saja perlakuan mereka sama kamu?” tanya Milie.

“gak apa-apa Milie, kamu tak usah takut, aku yakin kok Allah akan melindungiku”. Jawabku menenangkannya.

“tapi mereka mau menyakitimu?”  Milie berusaha mencegahku.

“Milie, jika aku membalas perlakuan mereka sama saja aku membenarkan  apa yang ada dalam fikiran mereka. Semoga saja suatu saat nanti mereka akan menyadari kesalahan yang telah mereka lakukan kepadaku. Aku tahu posisiku Milie. Kita berdua tahu bahwa kita bukan orang-orang seperti mereka.”

Milie menyerah dengan keputusan ku.

“ baiklah, tapi tolong kita rahasiakan ini yah. Aku gak sekuat kamu.?” pinta Milie.

Aku mengangguk. Memahami posisi Milie saat itu.

Tiba di sekolah hari itu membuatku semakin kuat, bukan saja karena aku sudah tahu rencana jahat mereka, tapi karena aku yakin itu tak akan terjadi kepadaku. Aku punya DIA yang menjagaku.

Membereskan tas dan buku-buku ku dalam loker dan mengambilnya beberapa untuk pelajaran pertama. Dengan tenang ku lewati kumpulan teman yang dulu bersamaku. Sikap mereka terlihat lain dan senyum mereka tersembunyi.
Tak  ada masalah bagiku kehilangan beberapa teman. Sementara masih banyak teman yang mau bersamaku. Jadi ku lewati  saja keadaan ini.

Milie melirikku sebelum duduk dikursinya. Ada rasa sedih tersirat diwajahnya, tapi aku tahu dia berusaha menutupi semua itu.
Aku bersahabat dengan Milie sejak pertama masuk disemester 3. Seorang Milie yang sederhana. Aku senang berteman dengannya. Keluarganya menyambut hangat diriku yang saat itu sedang membutuhkan sebentuk rasa kenyamanan dalam keluarga. Mungkin karena begitu dekat jadi aku tak marah saat dia menjauhiku. Aku tahu Milie yang sebenarnya.

Semua berjalan sesuai rencanaku dengan Milie, aku berpura-pura tak tahu apa-apa saat salah satu temanku mengajak kekantin pulang sekolah . 

“ada apa..?” tanya ku saat tiba dikantin.

Bicaraku agak dingin dengan orang-orang ini, aku tahu mereka pura-pura baik kepadaku jadi ku ikuti saja rencana mereka. Sejujurnya saat Milie menceritakan semua rencana itu kepadaku hatiku merasa sakit, bagaimana tidak?! Teman yang selama ini bersamaku,bercanda, tertawa, tenyata mempunyai niat jahat terhadapku. Aku tak habis fikir karenanya.

Aku dikenalkan dengan seorang cowok yang kira-kira usianya tak jauh beda daripada ku santai saja ku ikuti semua rencana itu. Tak lama satu-satu mereka meninggalkanku, alasannya mau beli sesuatu diperempatan dekat sekolah. Aku hanya mengangguk, ku lihat Milie enggan beranjak dari duduknya tapi kemudian tangannya diraih untuk ikut meninggalkanku. Aku memberinya senyuman..”jangan takut Millie  aku baik-baik saja” batinku. 
Ku pandangi mereka hingga hilang dibalik tembok sekolah.

Dikantin itu masih banyak  anak-anak yang sedang bercengkrama menunggu bel masuk berbunyi. Aku  duduk berhadapan bersama dia cowok yang baru saja aku kenal dan sesekali menjawab pertanyaannya dengan santai. 

Roy nama cowok itu, seakan lupa dengan tugas yang diberikannya  dia asyik menceritakan pengalamannya saat dikejar polisi karena tak sadar menerobos lampu merah. Untung saja dia berhasil lolos. Memperhatikan gaya bicara dan sikapnya aku yakin dia bukan orang yang seperti aku kira. Jadi ku biarkan saja diriku larut dalam ceritanya. 

Sudah semakin siang, kumpulan anak-anak yang tadi bercengkarama satu-satu telah beranjak dan aku rasanya harus mengakhiri semua ini, aku tak ingin orang rumah khawatir dengan keterlambatanku.

“Roy.. maaf  aku harus pulang.” kataku mengakhiri obrolan siang itu.

“oh..iya  aku kok jadi lupa, keasyikan cerita sih..?!” sadarnya.

Aku berdiri mau meninggalkan kantin saat Roy menahanku.

“eh..sebentar, aku mau bicara denganmu” katanya serius.

“ada apa?” kataku berusaha menenangkan diriku, dalam hati aku berdoa semoga saja dia tak ingin meneruskan semua rencana  jahat yang dibuat teman-temanku.

“mm.. aku mau minta maaf..” katanya lagi pelan.

Aku duduk kembali dimeja berhadapan dengannya.
“ada apa Roy kenapa kamu harus minta maaf ?.” tanyaku berpura-pura. Hanya ingin tahu saja.

“sebenarnya aku kesini …....” Roy memulai pembicaraan serius.

“iya aku tahu.. Dan aku juga tahu apa yang mungkin saja kalian lakukan kepadaku. Kalian belum melakukan kesalahan, kenapa harus minta maaf ?.” potongku saat Roy mau melanjutkan kata-katanya.

Roy dan temannya terlihat agak terkejut mendengar perkataanku. Mereka berpandangan lalu menatapku seakan tak percaya. 

“iya. Aku tau maksud kalian yang sebenarnya!” jawabku ketika melihat mereka memandangiku heran. Lalu lanjutku.
“apa kalian akan melakukan rencana jahat itu padaku..?”  tanyaku pada Roy dan temannya. Mereka terdiam.

“aku tahu sebenarnya kalian tidak seperti itu, apa sih yang akan kalian dapatkan setelah rencana itu terlaksana? Kepuasan? kegembiraan? Sementara aku? Apa kalian tak memikirkan perasaanku? Kehidupanku..nanti?  apa mungkin kalian tidak takut dengan balasannya?”  panjang ku tanyakan semua itu. Ku ceritakan saja semua apa yang sebenarnya terjadi.

“ Tadinya aku setuju dengan usulan mereka karena dari perkataan mereka tentangmu sepertinya kamu orang yang terlalu sombong dengan gayamu, lagi pula aku juga tak menyukai orang seperti itu! Tapi setelah berbicara denganmu, sepertinya aku menjadi orang yang paling jahat jika ku lakukan rencana mereka untuk merusakmu, aku tak percaya dengan omongan mereka, tak mungkin orang sepertimu bersikap seperti itu.  Aku tak melihat keangkuhanmu  atau apalah namanya. Aku jadi tak habis fikir, mereka mau menyakiti mu hanya karena  kamu tak mau menerima sahabat mereka jadi pacar kamu? Dan mereka juga tak suka jika kamu menyukai seseorang yang menurut mereka tak pantas untukmu?  Hhhh… “ Roy menarik nafas panjang.

“Begitulah Roy, bisa kamu bayangkan sakitnya hati aku saat tahu mereka merencanakan ini semua. Setiap orang punya rasa yang berbeda Roy.  Mereka memandang rendah aku, menurut mereka aku tak berhak menyukai orang seperti orang yang aku suka ini Roy, mereka fikir aku seperti pungguk merindukan bulan  dan  saat itu aku memang dekat juga dengan sahabat mereka tapi kita tak lebih dari teman dan aku tak bisa menjadikannya  lebih dari itu  dan dia (cowok ini) mengerti hal itu, dia juga tahu siapa orang yang aku suka.  Aku tak ingin membalas sakit hatiku pada mereka Roy , biarlah nanti waktu yang akan bicara “. Ku katakan saja perasaanku saat itu.

Roy diam mendengarkan ceritaku, seperinya dia mulai memahami apa yang terjadi.
“ Tapi kenapa mereka sejahat itu ya sama kamu?” tanya Roy.

“entahlah..hanya mereka dan fikiran mereka yang tahu!” jawabku.
“sudahlah Roy..aku mau pulang, terimakasih sudah mau mendengarkanku ”. Kataku lagi sambil berdiri dan mulai melangkah meninggalkan kantin.

Roy menjajari langkahku, menawariku untuk pulang bersamanya, aku menolaknya halus aku tak ingin niat baiknya tadi berubah.  tapi dia memberi ide baru kepadaku. Dia memintaku naik mobil bersamanya dan sengaja melewati perempatan agar mereka melihat aku pergi bersamanya, dengan begitu mereka akan mengira rencana mereka berhasil.

“maaf Roy..aku tak bisa..” tolakku halus.

“ baiklah.. maafkan aku karena berprasangka buruk tentang dirimu”. Pelan Roy berkata.

“ sama-sama Roy, aku juga minta maaf karena tadi sempat menilai buruk dirimu.”
kataku dan berlalu meninggalkan Roy dan temannya di parkiran.  

Terbayang wajah-wajah sinis mereka yang tertawa mengira rencana mereka berhasil. Dalam bus aku sempat berdoa, mengucapkan terikasih karena Allah telah melindungiku dari niat jahat teman-temanku.

Pagi itu aku seperti biasanya berangkat lebih pagi, aku tak ingin terlambat karena ini hari tugasku memimpin upacara bendera.  Ruang kelas terlihat sepi ada beberapa tas yang tergeletak dimeja. Semenit kemudian Milie masuk dan langsung menghampiriku, dari wajahnya aku tahu dia begitu khawatir. Aku tersenyum kearahnya, membuat dia sedikit mengernyitkan dahinya.

“aku minta maaf…” ku tahan suara Milie untuk tidak meneruskan kata-katanya.

“aku baik-baik saja…” kataku sambil tersenyum.

“tapi…kemaren..?”  tanya Milie bingung.

“oo.. itu, mereka orang baik-baik kok malah jadi temenan sekarang, semua baik-baik saja Milie, tak terjadi sesuatu sama aku “. Jelasku.

“Hh…syukurlah, aku sudah gak enak meninggalkanmu, tapi aku gak ingin melihat mereka curiga “. Milie  menarik nafasnya.

Milie dan aku masih duduk bersebelahan saat mereka datang, aku agak terkejut ketika  Milie tak beranjak dari tempat duduk ku. Milie seakan tak perduli dengan kedatangan mereka dan itu membuat mereka terkejut.

“kenapa.?” Kataku pelan.

“aku sudah menentukan kepada siapa aku harus berteman, aku gak mau persahabatanku denganmu hancur hanya gara-gara keegoisan mereka”.  Tenang Milie menjawab heran ku.

Bel berbunyi semua berbaris rapi dihalaman, memandang kedepan mengikuti setiap susunan upacara hingga selesai. hari itu berlalu dengan sewajarnya.

Tak ada kata yang terucap hingga aku meninggalkan sekolah bertingkat berwarna hijau itu, semua berlalu dalam kata yang tersembunyi.

“aku telah memaafkan kesalahanmu juga dengan rencana jahatmu terhadapku.. aku tahu mana yang terbaik untukku, karena bukan kamu-kamu yang menentukan jalanku, tapi diriku sendirilah yang bisa memilih mana yang benar dan mana yang salah, suatu saat kamu-kamu akan tahu bahwa apa yang kamu lakukan kepadaku itu salah…..”

Sepertinya aku mendapatkan satu pelajaran penting tentang arti sahabat.
Hanya sahabat sejati yang bisa mengerti apa yang diperlukan, diam saat dimana dia harus diam, dan menentukan sikap mana yang bisa membuat kebaikan bukan keburukan. Ada dalam suka , ada dalam duka, tak mengusik jika tak terusik. Mau mendengarkan, juga mau memberi / menerima kritikan. 

Milie sahabatku menjadi wanita yang selalu menebarkan kelembutan, dia telah belajar banyak tentang itu. 

Aku.. aku masih setia dengan buku juga tulisanku, membawaku dalam setiap pengembaraan kata-kata. Dan,

Mereka .. mereka masih sama seperti yang dulu, walau penampilan berubah tapi hati dan sifat mereka masih terlihat sama dimata ku. 

Seorang sahabat lagi .. telah menjadi seorang pengusaha, baik, santun dan tetap setia menemani ku saat aku membutuhkan dirinya.
Tak bisa ku pungkiri mereka semua telah menjadi bagian dari kisah perjalanan panjang hidupku. Tertulis dalam memori yang mungkin akan terkubur seiring berjalannya waktu.

Rabu, 16 Mei 2012

My Window Chat ~ 3


Ku raih komputer pribadiku malam itu, membuka situs jejaring sosial dan mendapatkan banyak pesan masuk disana, dari kamu.
Sepertinya kamu sangat kehilanganku itu tergambar dari pesanmu yang berkali-kali berkata “ I miss you..”  disetiap akhir pesanmu.
Aku tak kuasa menahan hatiku kalau aku benar-benar menyukaimu. Aku ingin melihatmu nyata, aku ingin kamu tahu aku benar-benar suka. Ku minta berkali-kali, tapi kamu tidak juga mengijinkanku melihat fotomu, entah lah aku tak mengerti alasanmu, sepertinya aku jadi benci hidupku, benci pada diriku sendiri, kenapa rasa ini harus menguasaiku. Saat ku tanyakan kembali, kamu malah memintaku untuk membencimu… kamu bilang, semua yang aku inginkan tak mungkin kamu berikan, dan itu hanya akan membuatku terluka.
Aku tak tahu lagi harus bagaimana, rasa inginku membuatku membencimu, terfikirkan bahwa kamu telah mempermainkan aku, bahwa kamu tak percaya dengan diriku. Ku telusuri jejakmu, mencari dirimu dalam profil mu, sempat ku lihat beberapa foto diri, dan menduga ini adalah dirimu..tapi aku salah, saat ku baca komentar balik dirimu, kamu berkata “ini bukan diriku”. Jadi sebenarnya yang mana dirimu?”.
Aku tengggelam dalam rasaku sendiri, menyesali kenapa aku jatuh cinta padanya, kenapa dia lah yang pertama mengisi hatiku, kenapa semua terjadi dalam hidupku..semakin ku bertanya semakin aku tak menyukai hidupku.
Terkunci dalam perasaan yang tak bisa ku wujudkan.
Kamu pernah bilang,
“semakin kamu memaksa diriku untuk keinginanmu..semakin aku kehilangan dirimu”.
Tadinya aku tak memahami benar perkataanmu, aku hanya berfikir kamu tak mempercayaiku. Tapi ternyata aku malah membuatmu sedih, membuatmu kecewa, kamu malah memintaku untuk melupakanmu. Aku tak inginkan itu, tapi aku penasaran dengan dirimu. Aku marah, aku kesal dengan dirimu yang membiarkan perasaanku seperti ini, emosiku lebih bermain daripada perasaanku. Ku tinggalkan kamu begitu saja dalam jendela obrolanku saat itu. Mengucapkan selamat tinggal untuk dirimu.
                                                        ~ o 0 o ~
Malam itu aku merasa sangat  ingin melihat namamu, ku buka situs jejaring sosial itu mendapatkan begitu panjang dan banyak pesan darimu. Kamu menjelaskan semua alasanmu. Katamu kamu sangat terluka dengan sikapku, tapi kamu tak marah, kamu tak membenciku. Kamu malah meminta maaf dan mengucapkan terimakasih karena aku telah  memberikan rasa sukaku kepadamu. Kamu memintaku memaafkan dirimu dan jika aku mau aku boleh melupakan dirimu, tak ada sedikit pun rasa marah dalam kata-katamu.
 inilah yang membuatku merasa kamu adalah wanita cantik dan lembut yang pernah ku temui dalam hidupku, kamu lah orang pertama yang membuat aku merasakan jatuh dalam rasa cinta.
Aku menyesal telah bersikap dingin kepadamu, membencimu, marah dengan dirimu. Baru ku sadari kini, semakin penasaran aku, semakin kamu menjaga dirimu. Akhirnya  bukan kamu yang kehilangan diriku, tapi aku yang kehilangan dirimu. Ku temui akhir pesanmu malam itu… agak terkejut aku membacanya. Kamu bilang selama ini kamu ada di sebuah rumah sakit, berjuang melawan sakitmu dan berkata mungkin hidupmu tak akan lama. Lagi- lagi kamu meminta maaf karena telah mengecewakanku, berterimakasih untuk rasa cinta yang aku berikan untukmu, mengucapkan selamat tinggal dan mengakhirinya dengan menuliskan kata itu, kata yang sangat aku inginkan.
“I love you”
Aku terpaku….aku sudah mengucapkan selamat tinggal untukmu, sungguh segalanya menjadi terlambat sekarang. Aku inginkan dirimu untuk mencintai aku, aku inginkan dirimu untuk mengisi hari-hariku, tapi aku malah membuat dirimu kecewa, mematahkan hati yang selama ini ingin ku miliki. Membuatmu menangis, meninggalkanmu disaat rasa cinta itu pun menyentuh dirimu. Kini aku benar-benar kehilangan dirimu, kehilangan sosok cantik dan lembut dalam jendela obrolanku.
“oh..dear…I’m so sorry..!”
Aku menangis, seorang laki-laki yang menangis dimalam yang begitu sepi. Hanya penyesalan yang ku rasakan, hanya kehilangan yang ku dapatkan, entah kapan ku temui lagi sosok cantik dan lembut itu, kini semuanya telah berlalu..
    “ Ku lukai hatimu…dan ku lukai hatiku sendiri… Maafkan aku…!”

Senin, 14 Mei 2012

My Window Chat ~ 2

Dalam keheningan malam aku termenung memikirkan perasaan ku kepadamu. Sepertinya aku ingin memilikimu, bagaimana caranya agar kamu bisa hadir disini..bukan dijendela obrolan itu. Sesuatu telah menyentuh hatiku, rasanya ingin ku ungkapkan semua rasa dihatiku, bahwa aku mencintaimu, bahwa aku ingin kau hadir dalam nyataku, bahwa aku telah menempatkan dirimu dalam kehidupanku.
“Kenapa ya kamu tak mau memberikan gambar wajahmu? kenapa kamu tak mau memberikan no.telpmu? kenapa kamu tak ingin membicarakan perasaan yang nyatanya telah sama-sama kita rasakan..?”
Semua ini berawal dari pertemanan kita, betapa kita sering berbicara. Walaupun hanya menanyakan tentang kabar atau apa yang sedang kita lakukan saat itu. Semua itu sepertinya membuatku merasa dimiliki,merasa diperhatikan. Sebelumnya belum pernah seseorang berbicara lembut dan tertata rapih sepertimu hingga menimbulkan rasa indah dalam hatiku. Kamu yang pertama mengukirnya. Ya… kamu yang pertama yang menyentuh dalamnya hatiku.
 Ach.. mungkin aku terlalu naïf..hingga semua itu menjadikan indah disetiap hari-hari yang aku lewati.
Semakin aku mencoba melupakanmu, semakin aku tak bisa lepas dari namamu. Seperti ada kekuatan yang membuatku selalu ingin bersamamu. Suatu waktu aku pernah menanyakan tentang perasaan ini. mencoba agar aku bisa menemukan sedikit saja wajahmu atau sedikit saja aku ingin mendengar suaramu.
“hi.. may ask you something?”
“hi. Oke.. what are you asking about?”
“ why you can’t give me your picture or your phone number?”
“ I’m so sorry….i have life in here.. and you also have life in there…”
“but…I’ve been love you.. dear”
“ I know.. but I can’t..!”
“Why..dear.?”
Tak ada jawaban, aku menunggu..setiap ku tanyakan perasaanku kamu terdiam. Kemudian muncul kata-kata manis didinding salah satu kelompok dengan gambar yang menunjukan perasaan seseorang. Kenapa tak kamu katakan saja padaku saat kita sedang berbicara, menunggu jawabanmu membuat hatiku jadi tak bisa ku jelaskan.
Pada suatu obrolan ku tanyakan lagi, kenapa kamu tak mau memberikan fotomu, kamu bilang tak ingin membuat aku kecewa, karena mungkin saja itu akan membuatku terluka dengan keadaan kita yang berjauhan.
Sepertinya kamu benar-benar menjaga dirimu. Aku mulai berani mengutarakan perasaanku, dan sepertinya itu tak apa-apa bagimu hanya saja tiap kali ku katakan “ I love you”. Kamu tak pernah membalasnya, apa mungkin kamu tak suka kepadaku?
Malam ini aku kembali bersamamu dalam jendela obrolan itu, menanyakan kabar dirimu juga menanyaka apa yang kamu lakukan saat ini. kamu bilang kamu sedang menyelesaikan sebuah cerita untuk novelmu, aku senang berlama-lama denganmu tapi saat itu aku merasa agak sedih karena besok aku harus pergi tugas untuk beberapa hari, tak ingin rasanya berpisah denganmu walaupun sehari tapi tugas ini lebih penting untuk masa depanku.
Kadang aku membayangkan dirimu, disaat itulah aku ingin sekali melihat wujud nyatamu, mendengar suaramu tapi selalu saja tak berhasil, kamu selalu menolaknya, sempat terpikir kamu membenciku tapi setelah ku tanyakan. Kamu bilang tidak membenciku.. di akhir obrolan kamu selalu bilang
“I miss you..”
Ku katakan
“miss me but not love me?”
Aku sudah duga pasti tak ada jawaban darimu tapi..kali ini kamu berkata.
“tak cukupkah dengan panggilan ku untukmu?  Padahal aku selalu memanggilmu dengan kata indah pengganti namamu?
Aku menanyakan arti panggilan namaku, tapi kamu malah balik bertanya kenapa aku tak memanggil namamu?
Ku jawab arti panggilan namamu adalah teman dekat. Ku tunggu jawabanmu, lama.. membuat hatiku jadi penasaran. Lalu kamu membalasnya.
“kamu memanggilku dengan arti teman dekat, tapi aku… aku memanggilmu dengan arti….sayang”
“Oh Tuhan.. aku seakan tak percaya, aku mempunyai rasa cinta tapi masih memanggilnya sahabat.. tapi dia walaupun tak pernah dia ucapkan kata itu, tapi setiap panggilan untukku adalah sayang.
Aku jadi malu sekaligus bahagia..
Malam itu ku katakan aku akan pergi tugas untuk beberapa hari. Aku ingin dia tahu bahwa hidupku kini semakin berarti dengan kehadirannya walau hanya dalam dunia maya.
“oke, I’ll wait for you here”. jawabmu singkat.
ku katakan “ I love U”, seperti biasa kamu akan membalasnya.
“ miss you..Dear..”
Aku ingin berlalu menutup situs jejaring sosialku tapi terasa berat, namamu kulihat masih ada disitu rasanya aku tak ingin meninggalkanmu.
“did you really miss me..beib?  ku tanyakan kepadamu.
“ yes..i really miss you, but you must go.. I’ll be fine ..”
‘oke.. I’ll be back soon... I love you…dear.”
“ miss you..”
Tersenyum, ku tutup jendela obrolanku dengan hati tenang seakan tahu bahwa ada yang menanti kehadiranku saat nanti aku kembali.

Selasa, 08 Mei 2012

My Window Chat.. ~ 1


Namamu menemaniku akhir-akhir ini, saat aku ada dikantor atau saat aku makan siang. Kadang aku bertanya dalam hati seperti apa wajahmu?.

Dari obrolan bersamamu seakan-akan aku menemukan sosok cantik nan lembut, kata-kata yang tersusun rapih dan sopan terasa manis saat aku membacanya, sepertinya kamu wanita yang cukup pintar.
Sayangnya perbedaan waktu yang begitu jauh membuat aku tak bisa terus bersamamu, percakapan seakan begitu singkat. Ada rasa takut untuk mengakui perasaanku bahwa aku telah jatuh cinta pada mu.
Pada sosok cantik diujung dunia maya itu.

Pagi ini seperti biasa begitu masuk kedalam ruang kerjaku aku langsung mengaktifkan komputer pribadiku. Membuka sebuah situs jejaring sosial membaca beberapa status terbaru mengaktifkan jendela obrolanku, berharap ada kamu disitu untuk menemaniku menjalani hari ini.

“kosong..” lirihku begitu ku lihat tak ada tanda-tanda kamu hadir didalamnya.

“Kamu kemana ya? Sedang apa kamu saat ini? mungkin gak ya kalau saat ini pun kamu sedang mengingatku? “  fikirku menerawang jauh.

Ada rasa ingin tahu lebih dalam tentang kamu tapi bagaimana mungkin, kamu tak pernah mau menampilkan atau memberikan foto mu, aku hanya bisa membayangkan dirimu dalam sosok lembut berwajah cantik.

Secangkir kopi menemani ku pagi ini, membawanya kedekat jendela ruang kerja ku menghirupnya beberapa teguk sambil melepas pandangan jauh diantara atap gedung-gedung bertingkat. Aku merasakan kekosongan hatiku.

Telpon berdering menyadarkanku dalam lamunan tentangmu, ku tekan jalur satu dari sekretarisku yang mengingatkan bahwa aku harus menghadiri pertemuan. Ku letakkan perlahan cangkir kopiku dimeja. Melirik sebentar kedalam jendela obrolanku, kamu tetap tak menunjukan keberadaanmu disana. Ku bereskan  kerta kerja yang akan ku bawa dalam pertemuan dan masih berharap setelah pertemuan itu aku akan menemukanmu kembali.

Jam istirahat makan siang…..

“Kenapa fikiranku hanya ada nama kamu ya? Kenapa hidupku jadi berubah semenjak aku berbicara denganmu? Aku merasakan kebahagiaan saat bersamamu. Apa aku benar-benar telah jatuh cinta sama kamu? Ach.. pertanyaan itu semakin membuatku tak bisa berpaling dari namamu.”

Ngobrol sama teman-teman kerjaku dalam ruang makan yang sejuk, memesan sebuah jus dan sepiring roti isi dengan keju didalamnya. Dari membicarakan tentang isi pertemuan tadi hingga akhirnya berujung pada kisah teman hidup mereka masing-masing. Aku hanya diam mendengarkan.
Aku tahu saat itu hatiku ingin berbicara denganmu. Aku tahu hatiku ingin kamu ada disetiap aktifitasku, tapi bagaimana? Aku tak bisa menunjukkanmu. Aku tak bisa memperlihatkan dirimu dan aku hanya bisa merasakan kalau kamu telah memenuhi setiap ruang hatiku.
                                                    ~ o 0 o ~

Kembali kebelakang meja kerjaku fokus dengan apa yang aku kerjakan hari ini. membuka kembali komputer pribadiku dan mulai mengerjakan sesuatu. Iseng ku buka lagi situs jejaring sosial membaca beberapa status terbaru teman-teman dunia mayaku. Tersenyum sendiri lalu menuliskan beberapa komentar didalamnya hingga mataku tertuju pada satu status…dari kamu.
“ When love comes suddenly ..  sometimes we are afraid to admit it's feeling.
But we cannot deny.
His name is always remembered ..
His face always imagined.  And
His sweet words to make sense of happiness ...
a question may arise in your hearts….
"Do I loved him ?."
Only hearts can answer that ...
Hatiku bergetar … ku tekan tanda suka pada statusnya dalam hati aku bertanya. “Apa mungkin perasaan itu yang kamu rasakan?. Ada rasa bahagia saat membaca status itu dan sepertinya kita  punya rasa yang sama.
Ku tulis beberapa kata untuk menyapamu dalam kolom pesan, berharap kamu mau membuka jendela obrolanmu. Aku tersenyum
“ hi.. how are you..?
“ hi.. I’m fine thanks..? n you?
“fine thanks.. what are you doing now?”
“just.. talk with you.. n read some news on my PC.?
“I miss you..”  aku menulis rasaku.
Tak ada jawaban, ini membuatku penasaran..
“hi…. Are you there..?
Sepi….  Jendela obrolan masih menampilkan namanya, tapi  dia tidak membalas obrolanku.
“halloo..!!” ku tulis lagi memastikan apa dia masih disana.
“ hi.. I’m still here.. sorry.”
“are you busy..?
“no. but I’ve to go now.. sorry, see you tomorrow..”
Lalu namanya hilang dari jendela obrolanku. Aku tertegun, rasanya masih  ingin berlama-lama dengannya hari ini. Ada rasa kecewa dan marah tapi untuk siapa? 
Ku tutup situs jejaring sosialku, tak ingin berada lama-lama jika kamu tak ada disitu. Melanjutkan kembali aktifitasku mencoba untuk tak memikirkan dirimu saat itu hingga tak terasa hari mulai beranjak petang.
Ku matikan komputer pribadiku. Meraih kunci mobil yang tergeletak dekat telpon lalu beranjak pergi meninggalkan ruang kerjaku. hatiku sepertinya jadi merasa bersalah. Kenapa ya aku tak bisa menahan diriku hingga kata kangen keluar begitu saja dari fikiranku?. Lirih ku sebut namanya..
“ maafkan Aku….”